Please Please Perokok, Toleh Kiri Kanan
>> Wednesday, May 28, 2014
Asap rokok. Satu aspek yang sangat mengganggu di tempat publik seperti kendaraan umum, ruangan rapat, dan tempat makan. Dampak kecilnya asap rokok meninggalkan bau tak sedap yang menempel di pakaian. Dampak besarnya, asap rokok mengganggu kesehatan orang lain yang tidak merokok atau perokok pasif.
Banyak perokok yang tidak sadar bahkan tidak peduli pada hal ini. Menghindari asap rokok menjadi sebuah perjuangan. Saya mengalaminya sendiri di berbagai kesempatan. Paling mudah adalah mengedukasi suami tentang bahaya rokok. Sejak saya hamil, suami sekarang selalu merokok di luar rumah. Tapi ketika rapat sekolah dan tempat makan, saya harus siap kertas atau karton untuk mengipasi asap yang datang. Cara paling halus ini tidak membuat perokok-perokok itu tersindir. Sementara, sulit rasanya menyuruh-nyuruh orang yang tidak dikenal. Jika ada perokok (yang membaca ini) menyarankan saya pindah tempat, saya ingin bertanya,”Tahukah Anda asap itu menyebar kemana-mana?”
Berbagai bahaya menghirup asap rokok untuk ibu hamil dimuat di CDC.gov dan Telegraph. Menghirup asap rokok dapat menyebabkan berbagai kanker atau bakal kanker buat ibu dan janin. Asap rokok dapat menyebabkan melemahkan sistem kekebalan tubuh bahkan kematian prematur janin. Resiko janin menderita bibir sumbing, asma, jantung bawaan, dan keterbelakangan mental meningkat jika ibu hamil terpapar asap rokok. Sedangkan bagi bayi dan anak, bahaya penyakit bronkitis, pneumonia, infeksi telinga dan lambatnya pertumbuhan paru-paru juga mengancam.
Maka buat perokok, yang saya harap membaca ini, please please toleh kiri kanan sebelum Anda merokok. Jika Anda melihat ada ibu hamil atau anak-anak di sekitar Anda, tahanlah keinginan untuk merokok. Atau menjauh dari area itu. Saya tahu Anda punya hak untuk merokok. Anda punya pilihan untuk menjaga atau merusak kesehatan Anda. Tapi Anda tidak punya hak mengambil kesempatan orang lain untuk hidup sehat.
Saya juga tahu, harusnya dan idealnya ada area merokok untuk Anda para perokok. Harap maklum sajalah pada kondisi yang seringkali tidak ideal. Tidak ada juga hukum yang mengharuskan Anda untuk membantu orang lain. Saya hanya berharap Anda memilih rasa kasih terhadap sesama manusia apalagi wanita dan anak-anak. Ataupun jika Anda bukan perokok tapi bepergian bersama perokok, tolong ingatkan pasangan atau teman Anda tentang hal ini.
So, please please perokok, toleh kiri kanan sebelum menyalakan rokok Anda.
Tidak berarti Tidak
>> Friday, May 23, 2014
Ada suatu kegelisahan dalam hati saya beberapa minggu ini. Sebuah perasaan mencekam yang bahkan membuat susah tidur. Hanya satu kalimat yang terulang-ulang dalam hati.
Saya tidak mau Prabowo jadi Presiden.
Bukan kepala, tapi hati. Ini artinya saya tidak punya alasan yang jelas mengapa menolak Prabowo. Tapi lidah saya pahit kalau melihat berita-berita Prabowo di beranda Facebook. Semakin perasaan saya getir, nampaknya makin sering wajahnya muncul di timeline. Saya menghindar menonton TV One karena takut media milik ARB yang sekarang berkoalisi dengan Prabowo menjadi media yang tendensius.
Semakin saya menonton berbagai pembelaan tim sukses Prabowo terhadap jagoannya ini, semakin saya bingung. Karena saya sadar saya tak punya alasan kuat dan jelas menolak calon ini. Sementara saya tak biasa dengan subjektivitas.
Bukan di pemilihan 2014 ini saja keengganan akan Prabowo muncul. Sejak pilpres 2009, ketika Megawati menggaet Prabowo sebagai cawapres, saya juga memiliki ketakutan yang sama. Yang saya tahu, dia pernah terlibat kasus penculikan mahasiswa pada 1998. Periode kejatuhan Soeharto, kaisarnya Orde Baru.
Meski saya masih kecil di masa ini, saya ingat kuatnya cengkeraman politik Soeharto dan kroninya. Betapa sebuah kekuasaan melahirkan kungkungan. Saat kuliah, saya banyak membaca betapa sulitnya tumbuh menjadi orang bebas di era Orde Baru. Dan reformasi 1998 yang menjadi sebuah ledakan besar yang memberi ruang untuk bernapas. Dibanding di Malaysia, kebebasan informasi di sana membuat saya banyak bersyukur menjadi orang Indonesia.
Tapi masalah penculikan ini sudah dibantah oleh Prabowo melalui tangan kanannya, Fadli Zon. Dengan berbagai alibi dan tantangan yang masuk akal di kepala saya. Tapi seperti yang saya bilang, yang menolak Prabowo adalah hati, bukan kepala. Tak ada alasan rasional.
Sampai saya membuka Ayovote yang menulis Plus Minus kedua kandidat capres-cawapres. Di sana ada satu kalimat yang menyatakan Jokowi, tidak memiliki jejak di Orde Baru. Sesuai dengan rumus 40-60 Pak B.J. Habibie. Rumus 40-60 ini maksudnya pemimpin yang pas untuk Indonesia adalah di rentang usia 40 sampai 60 tahun. Di bawah 40 terlalu hijau dan di atas 60 masih punya keterikatan sangat kuat dengan zaman Orde Baru.
Ini, rupanya ini yang menjadi alasan betapa saya kuat menolak Prabowo. Saya orangnya tak mudah percaya. Ketika saya sudah tak percaya, insting saya menasehati untuk menghindari kemungkinan membuat kesalahan yang sama.
Saya tak punya bukti Prabowo akan menghadirkan Orde Baru lagi di Indonesia. Tapi saya tidak mau ambil resiko. Seperti ketika saya sedang PDKT atau pendekatan dengan seseorang dan saya tahu dia punya track record sering selingkuh, saya tak punya jaminan dia tak akan mengulang.
Saya yakin saya masih punya pilihan lebih baik!
Festival Kesetiaan
>> Tuesday, December 31, 2013
Hingga aku merasa bosan
Hingga aku kembali lagi
Dan bernaung di bawah teduh matamu
Cintai aku melebihi residu kembang api
yang cantik gemerlap indah gemilang
yang menyerbu malam, meredupkan bintang
yang kemudian hilang
tanpa basa-basi
Cintai aku dari aku datang
Ketika aku berpaling
Sampai aku menemukan jalan pulang
Kepadamu...
Cintai aku malam ini...
dan seterusnya
dan selanjutnya
dan selamanya
hingga tahun menuntaskan nama kita.
Sambas, Menjelang Tahun Baru 2014 Read more...