Lampyridae

>> Tuesday, June 2, 2009

Hari itu, seorang perempuan merindukan sebuah kota dengan sembarang nama. Ia tak mengingat ada dermaga atau sungai atau gondola atau jembatan. Hanya jejak kerinduan pada kunang-kunang.

Barulah kemudian ia mengingat rerumputan, belukar, bakau, malam, rembulan, dan ciuman.

Hah, Sampai hari itu, tak ada yang pernah mengabarkan arti gemerlap padanya.


***

"Marno, kemarilah, duduk."
"Kenapa? Bukankah sejak sore aku duduk terus di situ."
"Kemarilah, duduk."
"Aku sedang enak di jendela sini, Jane. Ada beribu kunang-kunang di sana."
"Kunang-kunang?"
"Ya."
"Bagaimana rupa kunang-kunang itu? Aku belum pernah lihat."
"Mereka adalah lampu suar kecil-kecil sebesar noktah"
"Begitu kecil?"
"Ya, tetapi kalau ada beribu kunang-kunang hinggap di pohon pinggir jalan, itu bagaimana?"
"Pohon itu akan jadi pohon hari natal."
"Ya, pohon hari natal."*

***

*potongan cerpen Seribu Kunang-Kunang di Manhanttan, Umar Khayam


0 comments:

Post a Comment

About This Blog

  © Blogger template Simple n' Sweet by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP