Maka Borneo Ini Nyaris Tak Berpenghuni
>> Sunday, June 14, 2009
Saya berbelok ke Jalan Sutoyo. Tak harus mendongak melihat dua buah gajah besi menjulang di kiri kanan. Sama seperti ketakjuban yang tak henti-henti saat melihat televisi besar di bundaran kampus. Meski tanpa antena, siarannya tak berbintik-bintik. Sayang tak pernah ada filmnya. (Tumben TV itu aman-aman saja. Padahal terpancang di tempat begitu terbuka).
Perasaan itu tak pernah muncul saat saya lewat museum yang semakin sepi pengunjung. Atau Rumah Betang yang semakin muram. Rumah Adat Melayu yang sering jadi tempat kawinan. Atau merah Pekong yang lama-lama pudar.
Apa karena usia berbanding terbalik dengan ketertarikan?
Ah, Borneo tampaknya nyaris tak berpenghuni.
Warna kota seolah berkejaran dengan modernisasi
Terengah-engah, tersaruk-saruk
Mungkin aku masih terlalu muda untuk pikiran ini.
Perasaan itu tak pernah muncul saat saya lewat museum yang semakin sepi pengunjung. Atau Rumah Betang yang semakin muram. Rumah Adat Melayu yang sering jadi tempat kawinan. Atau merah Pekong yang lama-lama pudar.
Apa karena usia berbanding terbalik dengan ketertarikan?
Ah, Borneo tampaknya nyaris tak berpenghuni.
Warna kota seolah berkejaran dengan modernisasi
Terengah-engah, tersaruk-saruk
Mungkin aku masih terlalu muda untuk pikiran ini.
0 comments:
Post a Comment